Helai-helai daun lontar yang keras,kaku namun tersembul kindahan dan pesona didalmnya telah lama dicampakkan.Dunnya mengering kemudian luruh dimangsa bumi.
Dahulu sekali lontar banyak di temukan di jalanan dan rumah-rumah dalam bentuk caping,besek sampai timba sumur.Tapi,kini lontar otak dalam diakepos disebut dengan lontal.Keindahan dan pesonanya cuma pad daunnya yang nampk segar terus-menerus sepanjang musim.Padahal,jenis dedaunan ini banyak di temukan di Tuban.
Pada tahun-tahun 60 hingga 70-an akhir,masih menjadi maskot orang Tuban.Keindahan dan pesona lontar pun kini hanya tinggal kenangan.Namun nuansa cita rasa seni dlam rimbun lontar,banyak di tulis penyair.rontal yang sering di gambarkan dalm cerita-cerita epos,sajak,surat resmi,perundang-undangan sampai surat cinta di tulis di atas lontal.
Tak berlebihan jika lontar tersingkir,menghilangmenghilang pulalah lontar dari percauran dan jamuan sehari-hari.Walaupun begitu,lontar tidaklah mati.Lontar tetaplah abadi.Setidaknya dalam jiwa dan hati para penyair.
Pesona lontar,sepertinya tak pernah berlangsung lama.Selalu habis dan runtuh di gilas jaman.
Berikut ini sekilas puisi mengenai lontar:
senja ini semapt kita rasakan sama-sama
betapa cantiknya ladang jagung dan lontar
cerita dan bahagia bergunur dengan angin
namun betapa senggar sangkar ini
melepas burung kesayangannya
mengarungi pelataran cakrawala
yang berupa warna peradapan padanya
dan mata lugu itu pun basah
mengingat sejuta kelucuan
yang menyerang benak tiba-tiba
hatinya pun bertanya-tanya
apakah jinak burungnya
akan sirna di tempa
suasana yang beda-beda
berkata kemudian ia
kan kuikat matahari
di pundak untukmu untuk kita
dan untuk permainannya bukit dan lontar
kaya didepan rumah kita.